BAHASA JURNALISTIK

Bahasa jurnalistik adalah senjata sekaligus penengah, racun sekaligus obat, penjara sekaligus jalan keluar dalam wacana berita (George Orwell)

Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers dalam penulisan berita di media massa. Bahasa jurnalistik atau bahasa pers memiliki karakter yang berbeda sesuai jenis tulisan yang akan mereka wartakan. Pada dasarnya, bahasa jurnalistik harus mudah dipahami setiap orang karena tidak semua pembaca mempunyai cukup waktu untuk memahami isi tulisan. Bahasa jurnalistik juga harus mudah dipahami oleh berbagai kalangan, termasuk yang berintelektual rendah.

Ciri-ciri yang harus dimiliki dalam bahasa jurnalistik:
1.    singkat, menghindari penjelasan panjang dan bertele-tele.
2.    padat, mampu menyampaikan informasi lengkap yang memnuhi kaidah 5W+1H.
3.    sederhana, bahasa pers sebaiknya menggunakan kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat juga harus efektif, praktis, dan tidak bombatis.
4.    lugas, menyampaikan pengertian makna informasi secara langsung.
5.  menarik, menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat.
6.    jelas, bahasa pers harus mudah dipahami audience, menggunakan kata-kata bermakna denotatif, dan menghindari kata-kata bermakna ganda (ambigu).
Wartawan dalam menyampaikan informasi pada audience hendaknya memperhatikan kaidah bahasa Indonesia baku, yaitu:
1.   Penggunaan kata-kata yang pas. Makin banyak kosakata yang dikuasai wartawan, maka makin banyak pula gagasan yang sanggup diungkapkannya.
2.    Penggunaan kalimat efektif.
3.    Penggunaan alinea atau paragraf yang kompak sebagai suatu kesatuan pikiran.

Wartawan dan media massa memiliki hubungan yang erat, sebagaimana dalam UU Pokok Pers no.40 tahun 1999, bahwa wartawan memiliki kebebasan dalam berbahasa, dengan tidak menyimpang dari tata bahasa normatif dan norma kesusilaan.

Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers versi PWI meliputi:
1.    melaksanakan EYD secara konsekuen, kesalahan yang sering terjadi adalah kesalahan ejaan.
2.    membatasi diri dalam singkatan atau akronim. Bila harus dituliskan, maka satu kali ia harus menjelaskan dalam kurung kepanjangan akronim tersebut.
3.    Jangan menghilangkan prefix, kecuali dalam kepala berita atau judul berita.
4.    menulis dalam kalimat pendek, satu gagasan atau ide dalam satu kalimat.
5.    menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotipe yang sering dipakai dalam transisi berita (kata jenuh), seperti “sementara itu”, “dapat ditambahkan”, “dalam rangka”, “selanjutnya”.
6.    menghilangkan kata-kata mubadzir, yaitu kata-kata yang sebenarnya dapat dihilangkan tanpa mengubah atau mengurangi makna.
7.    menggunakan kalimat aktif karena terasa lebih hidup dan kuat daripada kalimat pasif (di).
8.    menghindari kata-kata asing dan istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam penulisan berita.
9.    menaati kaidah tata bahasa.
10. Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikatif dan spesifik sifatnya, dan tulisan yang baik dinilai dari tiga aspek: isi, bahasa, dan teknik persembahan.

Tugas wartawan atau reporter yang padat dan berada dalam tekanan deadlinemenjadikan mereka harus bekerja dengan cepat dalam kurun waktu terbatas. Hal ini kerap membuat wartawan menulis berita tanpa memperhatikan dengan cermat kaidah-kaidah bahasa baku. Oleh karena itu, kehadiran redaktur bahasa dalam media massa sangat diperlukan.

Kesalahan bahasa jurnalistik yang seringkali dilakukan wartawan antara lain:
1.    Kesalahan morfologis.
Kesalahan ini sering terjadi pada judul suratkabar atau majalah yang menggunakan kalimat aktif. Misal: Polisi Tembak Mati Lima Perampok Nasabah Bank
                              Pesawat Garuda Terjatuh Tepat Bawah Sungai Kota Jember
2.    Kesalahan sintaksis
Kesalahan pemakaian bahasa atau struktur kalimat yang dapat mengacaukan makna.
Misal: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya ke Amerika Serikat
3.    Kesalahan kosakata
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan.
Misal: Penculikan Mahasiswa oleh Oknum Kopassus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI.
4.    Kesalahan ejaan.
Kesalahan ini banyak terjadi dalam suratkabar atau majalah. Misal: kata “Jumat” sering ditulis “Jum’at”, kata “Jadwal” ditulis “Jadual”, “Pebruari” ditulis “Februari”
5.    Kesalahan pemenggalan.
Kesalahan ini terjadi dalam pemenggalan kata atau kalimat yang berganti kolom sehingga terkesan main penggal.

Untuk menghindari kesalahan tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan wartawan dalam penulisan paragraf atau judul, yaitu:
1.    Penggunaan kata ganti
2.    Penggunaan gagasan antara induk kalimat dan anak kalimat
3.    Penggunaan kalimat yang panjang, dapat membuat arti kalimat menjadi rancu.
4.  Penggunaan kata S-P-O-K menjadi kalimat pendek sehingga lebih praktis dan tidak berbunga-bunga.

Editor atau redaktur bahasa yang bertugas menyunting atau mengoreksi kesalahan bahasa jurnalistik yang digunakan wartawan atau penulis dalam hal ini perlu mempertimbangkan beberapa hal agar karya jurnalistik yang bersangkutan enak dibaca, yaitu:
  1. Pertimbangkan segi balancing, yaitu menyangkut kelengkapan batang tubuh isi tulisan.
  2. Penggunaan data aktual.
  3. Kesinambungan antara satu paragraf dengan paragraf yang lain, sehingga isi berita membentuk korelasi atau satu kesatuan.
  4. Akurasi data
  5. Kelengakapan data, setidaknya mengandung unsur 5W+1H.
  6. Isi berita disesuaikan dengan jumlah halaman di media massa.

Note: Materi Kuliah Pendidikan Jurnalistik (TAR-2206), , Dosen: Rustini Wulandari

0 Response to "BAHASA JURNALISTIK"

Post a Comment

'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();